Lengan itu Aurat
Tutuplah dadamu wahai wanita..kau nampak lebih indah
Aku wanita
Empat kunci kemurkaan
Rupanya dia ayahku
Apabila beliau melalui setiap sel, kesemua banduan penjara terus membongkokkan badan mereka serendah-rendahnya ketika penguasa penjara itu melintasi di hadapan mereka. Kerana kalau tidak, sepatu boot keras milik tuan Roberto itu akan mendarat di wajah mereka. Ketika melalui satu sel , telinga Roberto terdengar suara seseorang sedang mengalunkan ayat-ayat yang amat ia benci apabila mendengarnya “Hai orang tua bodoh… hentikan bacaanmu itu yang sungguh menjengkelkan.. Hentikan… !” Teriak Roberto sekeras-kerasnya sambil membelalakkan mata. Namun apa yang terjadi? Lelaki dikamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyuknya.
Roberto bertambah berang. Pemimpin penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk seorang. Dengan marah ia menyemburkan ludahnya ke wajah tua sang tahanan yang kelihatan sangat kurus kering dan kulit yang berkedut sehingga menampakkan rangka tulang dibadannya. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyucuh wajah dan seluruh badan orang tua itu dengan rokoknya yang menyala. Sungguh ajaib… Tak terdengar secuit pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan terus melaungkan kata Ya Rabbi, wa ana abduka… Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, “Bersabarlah wahai ustaz… InsyaAllah tempatmu di Syurga.”
Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustaz oleh sesama tahanan, penguasa penjara itu bertambah memuncak marahnya. Ia memerintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-kerasnya sehingga terjerembab di lantai. “Hai orang tua busuk! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa hinamu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Ketahuilah orang tua dungu, bumi Sepanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapa kami, Tuhan *** Anda telah membuat aku benci dan geram dengan suara-suara yang seharusnya tidak didengari lagi di sini. Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mahu minta maaf dan masuk agama kami.” Mendengar “khutbah” itu orang tua itu mendongakkan kepala, menatap Roberto dengan tatapan yang tajam dan dingin. Ia lalu berucap,
“Sungguh… aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, iaitu Allah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia yang terkutuk? Jika aku turuti kemahuanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh.”
Sejurus sahaja kata-kata itu terhenti, sepatu milik Roberto terus mendarat di wajah lelaki tua itu. Tendangan sepatu yang kuat kemuka lelaki tua itu menyebabkan beliau terhuyung hayang. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah berlumuran darah. Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah buku kecil. Adolf Roberto terus memungutnya. Namun tangan sang Ustaz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat. “Berikan buku itu, hai lelaki tua yang bodoh !” bentak Roberto. “Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!”ucap sang ustaz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu boot seberat dua kilogram itu terus menginjak jari-jari tangan sang ustaz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati.
Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan penguasa penjara itu merasa lebih puas lagi ketika melihat titisan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur. Setelah tangan tua itu tidak lagi berdaya diangkat, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya baran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Beliau seakan terpaku melihat buku dan termenung seketika seperti memikirkan sesuatu. “Ah… seperti aku pernah mengenal buku ini. Tetapi bila? Ya, aku pernah mengenal buku ini.”
Suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan “aneh” dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Sepanyol. Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustaz yang sedang melepaskan nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis pemuda kejam itu kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak.
Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu teringat ketika suatu petang di masa kanak-kanaknya terjadi kekecohan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Petang itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di tempat para tawanan menjalani hukuman (tempat penyiksaan kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa gugur di bumi Andalusia. Di hujung kiri kawasan penyiksaan tersebut, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka yang mati tergantung terbuai-buai ditiup angin petang yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.
Sementara, di kawasan tengah, ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang, hanya karena tidak mahu memasuki agama yang dibawa oleh para penceroboh. Seorang kanak- kanak laki-laki comel dan tampan, berumur sekitar tujuh tahun, malam itu masih berdiri tegak di kawasan hukuman telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Kanak kanak comel itu melimpahkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan kanak - kanak itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah bernyawa, sambil menarik-narik pakaian yang dipakai oleh sang ummi. Sang anak itu berkata dengan suara parau, “Ummi, ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa… .? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi… “
Budak kecil itu akhirnya menangis semakin kuat, ketika sang ummi tidak jua menyahut ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu apa yang harus dibuat . Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya budak itu berteriak memanggil ayahnya, “Abi… Abi… Abi… ” Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapa ketika teringat petang kelmarin bapanya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam. “Hai… siapa kamu?!” jerit segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati budak tersebut. “Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi… ” jawabnya memohon belas kasih. “Hah… siapa namamu budak, cuba ulangi!” bentak salah seorang dari mereka. “Saya Ahmad Izzah… ” dia kembali menjawab dengan agak kasar. Tiba-tiba “Plak! sebuah tamparan mendarat di pipi si kecil. “Hai budak… ! Wajahmu cantik tapi namamu hodoh. Aku benci namamu.
Sekarang kutukar namamu dengan nama yang lebih baik. Namamu sekarang Adolf Roberto… Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang buruk itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!” ancam laki-laki itu.” Tubuh budak itu mengigil ketakutan sambil berjuraian airmatanya kerana terlalu sedih kerana diperlakukan sebegitu.
Dia hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar dari kawasan tempat penyiksaan tawanan Akhirnya budak yang comel itu hidup bersama mereka. Tiba-tiba vRoberto tersedar dari menungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustaz. Ia mencari-cari sesuatu di pusat laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah tanda hitam ia berteriak histeria, “Abi… Abi… Abi… ” Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai tanda hitam pada bahagian pusat.
Pemuda bengis itu terus meraung dan memeluk erat tubuh tua nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas tingkah-lakunya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun lupa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, “Abi… aku masih ingat alif, ba, ta, tha… ” Hanya sebatas kata itu yang masih terakam dalam benaknya.
Sang ustaz segera membuka mata ketika merasakan ada titisan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyeksanya habis-habisan kini sedang memeluknya. “Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi, tunjukkan aku pada jalan itu… ” Terdengar suara Roberto meraung sambil memeluk erat bapanya.
Sang ustaz yang telah uzur itu terpaksa menghela nafasnya berkali-kali sebelum dapat berkata-kata, lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika setelah puluhan tahun, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.
Sang ayah dengan susah payah masih boleh berucap. “Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu,” Setelah selesai berpesan sang ustaz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah “Asyahadu anla IllaahailALlah, wa asyahadu anna Muhammad Rasullullah… . Beliau pergi dengan menemui Ar-Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini.
Kini Ahmah Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya…
Darjat seorang isteri
2. Isteri Muqarrobin
Isteri yang tidak meminta dari suaminya kecuali yang perlu sahaja. Yang tidak perlu dia tidak akan memintanya bahkan kalau suaminya memberi yang tidak perlu dia tolak dengan baik. Tapi kalau yang diperlukan pun tidak ada, dia tetap sabar. Namaun dia tidak akan mendesak suaminya. Dia tetap bersabar dengan keadaan itu. Itulah golongan Muqarrobin. Golongan ini juga susah hendak dicari di zaman kebendaan ini, di zaman orang memburu dunia, di zaman orang memandang dunia adalah segala-galanya.
3. Isteri Solehin
Isteri yang meminta kepada suaminya yang perlu dan juga sekali-sekala meminta juga yang tidak perlu seperti ingin sedikit kehidupan yang selesa sama ada dari segi makan minum, tempat tinggal, kenderaan. Namun kalau suaminya tidak memberi, dia tetap sabar dan tidak pula menjadi masalah. Itulah dia golongan orang yang soleh.
4. Isteri Fasik
Isteri yang selalu sahaja meminta-minta bukan sahaja yang perlu, yang tidak perlu pun dia suka meminta-minta juga. Kalau diberi pun tidak pernah puas-puas, tidak pernah rasa cukup, sudah mewah pun tidak rasa cukup. Kalau tidak diberi menjadi masalah, dia merungut-rungut, marah-marah, sakit hati, merajuk hingga menjadi masalah dalam rumah tangga. Inilah dia golongan yang fasik. Isteri ini selalu sahaja derhaka dengan suami, apatah lagi dengan Tuhan.
Semoga Allah menyatukan hati-hati kita, menjadikan kita saling mencintai karena Dia; sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi Rasululllah saw bersabda:
"Di sekitar Arsy ada menara-menara dari cahaya. Di dalamnya ada orang-orang yang pakaiannya dari cahaya dan wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukan para nabi atau syuhada'. Para nabi dan syuhada' iri kepada mereka. Ketika ditanya para shahabat, Rasulullah menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, saling bersahabat kerana Allah dan saling kunjung mengunjungi kerana Allah..
Kenapa perlu pakai tudung labuh?
tazkirah utk hari ini....
baca cerita dibawah...
Pada suatu petang....berhampiran surau Fakulti Perakaunan, UUM.
Seusai solat, saya mengambil tempat di sisi seorang perempuan melayu yang tidak bertudung.
Sambil saya membetul-betulkan lipatan tudung, perempuan di sebelah saya m
enegur.
" Awak, boleh saya tanya?"
"Hmm, iya..boleh" Jawab saya sambil tersenyum.
"Kenapa awak pakai tudung besar-besar ya..tak rimas ke?" Dia b
ertanya.
Saya terdiam. Tak menyangka, itu soalannya.
"Tapi kenapa ya?"
"Tak ada apa-apa..saja nak tahu, sebelum ni tertanya-tanya sendiri je" Dia menjaw
ab. Kelihatan dia benar-benar ingin tahu.
Saya tersenyum. Fikiran ligat berputar mencari jawapan yang sesuai. Lama merenung jauh, akhirnya tercerna satu idea.
" Hmm...sebelum saya jawab soalan tu, saya nak tanya awak dulu,boleh?"
Dia mengangguk
"Kenapa ya kalau kita naik kereta digalakkan pakai seat-belt ya? " Saya bertanya dia kembali tanpa menjawab dulu persoalannya.
"erm.." Dia berfikir smbil tangannya memegang dagu mencari jawapan.
" Sebab nak selamat la. kalau apa-apa berlaku, atleast kecederaan tu tak la teruk" dia menjawab ringkas.
"Ok, tapi itu kalau berlaku kemalangan kan. Macam mana pula kalau orang yan
g pandai dan cekap dalam memandu. Perlu ke dia pakai seat-belt ?"Saya bertanya lagi untuk menduga.
"Eh, kenalah pakai jugak. Even dia dah cekap memandu like Michael Schumache, kenalah pakai jugak sebab kemalangan tu tak mengira siapa..kan? Satu lagi, kadang kemalangan tu bukan sebab kita pun, tapi ada kes kemalangan sebab pemandu lain yang tak berhati-hat
i akhir
nya kita yang menjaga ni pun menjadi mangsa, kan?" Dia bertanya kembali.
"So, apa kaitannya kesalahan pemandu lain dengan selt-belt pulak" Saya terus bertanya.
" Yelah, nak menunjukkan bahawa selt belt tu sangat penting sekarang, sebab pemandu-pemandu jalan raya bukannya semua berhemah. Jadi untuk keselamatan, pakai seat-belt. Kalau dilanggar sekalipun kita tak la cedera teruk atau tercampak keluar"
"Tak rimas ke? kadang orang-orang tak selesa pakai seat-belt, katanya rimas"
"Alaa, nak selamat kenalah tahan sikit, kan..soal keselamatan, kena jaga"
Saya tersenyum mendengar penerangannya. Hampir sampai pada tujuan persoalan.
"Hmm, itulah jawapan saya pada persoalan awak tadi. Kenapa saya bertudung besar."
Dia terus memandang saya dengan dahinya yang berkerut.
by: Faiz FarEast
Lupakanlah semua status, gelaran, dan kedudukan kita waktu ini..
Tundukkanlah wajah dan pejamkan mata..
Marilah kita menjelajah waktu, dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu sebelum kita dilahirkan..
Bayangkanlah seorang wanita yang sedang hamil, itulah ibu kita .
Lelah, letih ibu mengandung selama sembilan bulan..
Dan sekarang, dia sedang mengalami kesakitan..
Keringat dingin satu demi satu mulai berjatuhan..
Sekuat tenaga dia tahan untuk tidak berteriak..
Dia gigit bibirnya sekuat tenaga, namun apa daya
Sakit tak tertahankan, sehingga teriakan pun terlontar
Aduuhh.. sakiiit… Ya Allah.. sakiit!
Seminit, sepuluh minit, satu jam, dua jam, empat jam,
Tujuh jam lebih ibu meregang kesakitan, hingga akhirnya…
Titis demi titis darah mengalir..
Mata membeliak seketika, ibu bertarung antara hidup dan mati
Sehingga akhirnya lahirlah kita…
Kesakitan itu tidak dia hiraukan
Hanya senyum yang menyambut kelahiran kita….
Saudara-saudariku sekalian,
Kita lihat wanita itu sekarang…
Kulitnya bertambah keriput, badannya sakit,
Rambutnya memutih,
Berjalan tertatih-tatih
Itulah ibu kita…
Dimana kita sering meminta upah jika disuruh.
Seringkali kita membantah kerana malas….
Namun, apa jawapan wanita tua itu?
1) Upah mengandung selama 9 bulan:
- PERCUMA
2) Upah berjaga malam :
- PERCUMA
3) Upah air mata yang menitis kerana kita:
- PERCUMA
4) Upah khuatir kerana memikirkan keadaan kita:
- PERCUMA
5)Upah menyediakan makan minum, pakaian dan keperluan kita:
- PERCUMA
Jumlah Keseluruhan Nilai Kasih ibu:
- PERCUMA
Dan suatu masa nisan ibu akan terpancang..
Tidak akan ada lagi panggilan merdu dari ibu….
Tidak akan ada lagi tatapan sayang dari seorang ibu…
Tidak ada lagi kesempatan kita berbakti di dunia…
Ya Allah, Jadikan kami Anak yang soleh dan solehah
Hargai sesuatu sebelum terlambat
Mamat, merupakan seorang anak yang baik, taat pada perintah agama, dan jugak seorang yang agak berada..
Dia jugak amat mementingkan kesenangan hidup sampaikan akhirnya dia dapat semua benda yang dia idam kan.. Boleh dikatakan , dia ni dah berjaya la dalam hidup..
Mamat ni tinggal bersama Ibunya yang semakin meningkat usia. Tapi sayang, dek kerana kesibukan Mamat mengejar kejayaan hidup, boleh dikatakan, dia hanya mampu bertegur sapa dengan Ibunya pada hari Ahad saja.. Hari hari lain , tiada kesempatan.. Ma
klum saja,bila dia balik kerja , Ibunya sudah tidur, Memang tiada masa untuk berjumpa, berborak , mahupun bergelak ketawa..
Kemudian, hari berlalu dengan amat pantas. Tanpa Mamat sedari,Ibunya makin dimamah usia. Sehinggakan satu hari, Ibunya berkata kepada Mamat ..
" Mat, tolong tengok tangan mak sat, mak kena minyak panas waktu mak goreng ikan keli kat dapur"
Mamat yang tengah sibuk ketika itu,menjawab..
" Alaa.. Mak , Mamat sibuk ni, satgi balik satgi la mama
t tengok ! Mamat nak pi meeting ni"
Lalu, dengan penuh tergesa gesanya, Mamat pun keluar dan meninggalkan Ibunya yang masih menadah tangannya yang melecur itu....
Pada malam tu, Mamat pun balik kerumah, teringin rasanya dia makan ikan keli.. Sesampainya dirumah, terus sahaja dia makan nasi dengan ikan keli yang digoreng oleh ibunya .. Setelah selesai menjamu selera, hatinya terdetik mencari ibunya.. Mamat
pun bergegas ke bilik ibunya..
Mamat membuka pintu bilik ibunya dengan penuh berhati hati.Mamat lihat Ibunya sedang tidur sambil memegang sesuatu.. Mamat pun dengan perlahan-lahan mengambil benda yang dipegang oleh ibunya.. dia menangis bila melihat benda yang ibunya pegang tu adalah...
" Gambar gambar disaat dia dan ibunya tak sesenang sekarang.. Setiap gambar itu terpampang ibunya memegang tangannya setiap masa, "
Air mata Mamat mengalir secara tiba tiba, dan beliau terus memegang tangan ibunya yang melecur teruk tu.. Mamat cium dan usap usap dengan penuh lembut.. Kemudian,Mamat panggil dengan perlahan..
" Mak .. Bangun mak.. "
Ibunya tidak menyahut langsung.. Kemudian Mamat memanggil lagi dengan rintihan digenangi air mata..
" Mak.. Mamat dah balik mak.. Mamat nak pegang tangan mak.. "